Ini sambungan dari ceritaku tentang sahabatku yang lalu.
"memang kamu yakin pacarmu yang sekarang bukan second?", pertanyaan terakhir yang bikin aku gemes lagi.
Sontak, spontan, dan dengan kecepatan tinggi lainnya aku bilang "ya yakin lah, dia orang baik2 ya, religius juga, mana mungkin second ta ya? kamu ini ada2 aja..."
*sejenak aku jadi berpikir, pacar yang mana ya? jedhaaanggg -gak penting-*
"seyakin itu kah dirimu? memang kamu bener2 tau masa lalunya? memang kamu bener2 yakin dia tak punya rahasia pribadi di blakangmu? kalo aku seh gak seyakin itu"
Well, sejurus kemudian pikiranku pun mulai goyah. Iya juga ya? Setiap personal kan punya masa lalunya masing2 dan jelas punya rahasia yang mungkin tak kan pernah dibagi dengan orang lain. Sedekat apapun hubungan itu.
"lalu kalo misalnya, ambil saja kemungkinan terburuk ya, kalo akhirnya kamu tau bahwa pacarmu dah second, apa yang bakal kamu lakuin?"
Hah, ini pertanyaan apa seh? Ya jelas aja bakal aku jawab "ya aku langsung mundur teraturlah, gila aja, masa' ya aku bakal nikah ma orang yang gak bagus moralnya, gak ada bayangan deh".
Temenku tergelak, lalu berkata "yakin? berarti kamu egois donk ya?"
Laaahhhh, kok jadi aku seh yang dibilang egois. Ya boleh donk. Itu kan prinsip. Prinsip dan selektif memilih pasangan hidup. So what kalo aku mundur?
"jadi kamu ini belom pernah ya mencintai orang dengan tulus? dengan segala kelebihannya itu jelas dan dengan segala kekurangannya dan juga dengan segala keburukan yang melekat padanya yang tak mungkin lagi bisa diubah?"
Sudah, tentu saja sudah. Aku sudah pernah mencintai seseorang dengan tulus, dengan segala kelebihannya pun kekurangannya pun keburukan yang melekat di dirinya. Bahkan saat semua orang pergi menjauh darinya, mencacinya, memakinya, bahkan meludahinya, aku tak pernah bergerak menjauh darinya. Tak pernah, sedikitpun. Bahkan berniat pun tidak. Sudah, aku sudah pernah mencintai dengan tulus. Sungguh...
"jadi kamu tau kan rasanya mencintai dengan tulus? coba kamu bayangkan jika saja seandainya pacarmu memang pernah melakukan hal itu? padahal kamu benar2 mencintainya, berharap banyak padanya, masa iya kamu akan mundur teratur?"
Menurut saja apa katanya, aku pun membayangkannya. Kalo memang benar begitu, aku pasti akan mutusin dia. Ah tapi, apa jadinya aku tanpa dia. Bisa lah, masa' gak bisa. Kaya' gak ada lelaki lain yang lebih baik saja. Ah tapi, apa iya lelaki penggantinya nanti akan mengerti aku sebaik lelaki ku yang sekarang? Berarti aku harus awali semuanya dari awal ya? Lalu bagaimana dengan hancurnya hatiku nanti? Lalu hatinya?
Ahh, rasanya memang tidak adil...
"so? pikiranmu berubah kah? noph, cinta itu tak pernah bersyarat dan tak memandang apapun. mau seburuk apapun seseorang di mata orang lain, tapi kalo kamu mencintainya ya dia akan menjadi sosok yang paling sempurna di matamu, sempurna bahkan dengan segala kekurangannya. cinta tak akan pernah memandang masa lalunya, keburukannya, kekurangannya, tapi melihat jauh ke dalam lagi".
Ya ya, bener bener. Makanya ada penjahat yang punya istri dan cinta mati sama sang suami. Ada juga yang pasangannya memiliki raga yang tak sempurna, tapi tetap berjalan di atas cinta. Ada juga istri seorang pengangguran yang tetap setia susah senang bersama. Ada juga yang punya pasangan arogan tapi masih setia setengah mampus. Ada yang istrinya mantan pelacur, tapi sang suami tetep menghargainya. Dan masih banyak lagi yang ternyata tak aku sadari bahwa itu adalah cinta tak bersyarat.
Dulu, mungkin sekarang juga masih *dikit*. Aku berpikir bahwa cinta tak bersyarat itu adalah satu hal yang naif sekali. Yang ada malah cinta buta. Cinta yang tak bisa berpikir dengan logika, tak rasional, dan hanya perasaan yang berperan. Dulu aku berpikir, cinta macam apa itu? Sungguh tak bisa dipertanggungjawabkan. Hahaha... ^^,
Tapi sekarang aku sadar, bahwa setiap orang atau mungkin baru hanya sebagian orang memang benar2 memiliki cinta tak bersyarat. Cinta yang tak memandang apapun, selain sosok yang dicintainya. Luar Biasa...
*karena aku pun belom mampu lagi untuk mencintai dengan tulus seperti dulu*
"memang kamu yakin pacarmu yang sekarang bukan second?", pertanyaan terakhir yang bikin aku gemes lagi.
Sontak, spontan, dan dengan kecepatan tinggi lainnya aku bilang "ya yakin lah, dia orang baik2 ya, religius juga, mana mungkin second ta ya? kamu ini ada2 aja..."
*sejenak aku jadi berpikir, pacar yang mana ya? jedhaaanggg -gak penting-*
"seyakin itu kah dirimu? memang kamu bener2 tau masa lalunya? memang kamu bener2 yakin dia tak punya rahasia pribadi di blakangmu? kalo aku seh gak seyakin itu"
Well, sejurus kemudian pikiranku pun mulai goyah. Iya juga ya? Setiap personal kan punya masa lalunya masing2 dan jelas punya rahasia yang mungkin tak kan pernah dibagi dengan orang lain. Sedekat apapun hubungan itu.
"lalu kalo misalnya, ambil saja kemungkinan terburuk ya, kalo akhirnya kamu tau bahwa pacarmu dah second, apa yang bakal kamu lakuin?"
Hah, ini pertanyaan apa seh? Ya jelas aja bakal aku jawab "ya aku langsung mundur teraturlah, gila aja, masa' ya aku bakal nikah ma orang yang gak bagus moralnya, gak ada bayangan deh".
Temenku tergelak, lalu berkata "yakin? berarti kamu egois donk ya?"
Laaahhhh, kok jadi aku seh yang dibilang egois. Ya boleh donk. Itu kan prinsip. Prinsip dan selektif memilih pasangan hidup. So what kalo aku mundur?
"jadi kamu ini belom pernah ya mencintai orang dengan tulus? dengan segala kelebihannya itu jelas dan dengan segala kekurangannya dan juga dengan segala keburukan yang melekat padanya yang tak mungkin lagi bisa diubah?"
Sudah, tentu saja sudah. Aku sudah pernah mencintai seseorang dengan tulus, dengan segala kelebihannya pun kekurangannya pun keburukan yang melekat di dirinya. Bahkan saat semua orang pergi menjauh darinya, mencacinya, memakinya, bahkan meludahinya, aku tak pernah bergerak menjauh darinya. Tak pernah, sedikitpun. Bahkan berniat pun tidak. Sudah, aku sudah pernah mencintai dengan tulus. Sungguh...
"jadi kamu tau kan rasanya mencintai dengan tulus? coba kamu bayangkan jika saja seandainya pacarmu memang pernah melakukan hal itu? padahal kamu benar2 mencintainya, berharap banyak padanya, masa iya kamu akan mundur teratur?"
Menurut saja apa katanya, aku pun membayangkannya. Kalo memang benar begitu, aku pasti akan mutusin dia. Ah tapi, apa jadinya aku tanpa dia. Bisa lah, masa' gak bisa. Kaya' gak ada lelaki lain yang lebih baik saja. Ah tapi, apa iya lelaki penggantinya nanti akan mengerti aku sebaik lelaki ku yang sekarang? Berarti aku harus awali semuanya dari awal ya? Lalu bagaimana dengan hancurnya hatiku nanti? Lalu hatinya?
Ahh, rasanya memang tidak adil...
"so? pikiranmu berubah kah? noph, cinta itu tak pernah bersyarat dan tak memandang apapun. mau seburuk apapun seseorang di mata orang lain, tapi kalo kamu mencintainya ya dia akan menjadi sosok yang paling sempurna di matamu, sempurna bahkan dengan segala kekurangannya. cinta tak akan pernah memandang masa lalunya, keburukannya, kekurangannya, tapi melihat jauh ke dalam lagi".
Ya ya, bener bener. Makanya ada penjahat yang punya istri dan cinta mati sama sang suami. Ada juga yang pasangannya memiliki raga yang tak sempurna, tapi tetap berjalan di atas cinta. Ada juga istri seorang pengangguran yang tetap setia susah senang bersama. Ada juga yang punya pasangan arogan tapi masih setia setengah mampus. Ada yang istrinya mantan pelacur, tapi sang suami tetep menghargainya. Dan masih banyak lagi yang ternyata tak aku sadari bahwa itu adalah cinta tak bersyarat.
Dulu, mungkin sekarang juga masih *dikit*. Aku berpikir bahwa cinta tak bersyarat itu adalah satu hal yang naif sekali. Yang ada malah cinta buta. Cinta yang tak bisa berpikir dengan logika, tak rasional, dan hanya perasaan yang berperan. Dulu aku berpikir, cinta macam apa itu? Sungguh tak bisa dipertanggungjawabkan. Hahaha... ^^,
Tapi sekarang aku sadar, bahwa setiap orang atau mungkin baru hanya sebagian orang memang benar2 memiliki cinta tak bersyarat. Cinta yang tak memandang apapun, selain sosok yang dicintainya. Luar Biasa...
*karena aku pun belom mampu lagi untuk mencintai dengan tulus seperti dulu*
0 komentar:
Post a Comment