What do you think of living single?
Like it?
Love it?
Hate it?
Macem-macem lah ya jawaban dari pertanyaan di atas. Pasti ada yang bilang suka banget banget banget atas kesendiriannya. Ada juga yang bilang benci akan sebuah kesendirian. Tapi ada juga yang bilang biasa aja untuk saat ini karena mungkin memang mereka menikmatinya.
Untuk kita para wanita yang masih muda jaya, kesendirian bukan masalah yang terlalu besar dan runyam. Usia kepala 2, 3 bahkan 4 pun masih bisa bilang I'm single and very happy. Apalagi untuk kaum adam. Duh, jangan ditanya deh. Kaum adam mah happy happy aja, mau single, mau double, atau triple pun nggak masalah. Kayaknya sih begitu ya.. *kayaknya lho, takut disambit para lelaki*
Tapiiiiii gimana dengan wanita yang usianya udah kepala 5 tapi belom juga menemukan belahan jiwanya? Kira-kira gimana ya perasaan mereka? Masihkah mereka akan mengatakan I'm single and very happy seperti kita sekarang ini?
Seperti di rumah, saya punya seorang Budhe yang usianya sudah lima puluh sekian tahun, tapi beliau belum juga menemukan tulang rusuknya yang hilang. Kami sebagai keluarganya tentu tidak pernah tinggal diam melihat kesendirian Budhe yang kian hari usianya kian bertambah. Tapi yang namanya belum takdirnya, belum jodohnya, usaha kami, usaha Budhe, tetap saja tak membuahkan hasil. Beliau pun masih tetap sendiri sampai detik ini. Tapi beliau masih tetap tersenyum dengan keadaan yang seperti ini..
Budhe seakan tak pernah terganggu dengan kesendiriannya. Meski tak jarang satu dua hal kejadian yang mengusik hatinya. Seperti misalnya saat keluarga besar kami berkumpul, tante-tante saya yang kebanyakan masih muda dan suka kewalahan mengasuh anak-anak mereka, sampai akhirnya mereka mengeluh. Budhe saya pun berkata pada mereka,
"yang sabar kalau momong anak, jangan galak-galak..".
Nasehat yang bagus dari seorang kakak kepada adik-adiknya, tapi mereka sering menjawab
"Lah mbak belom pernah punya anak sih, jadi belom bisa rasain repotnya ngasuh anak..."
Gossshhh, panas bener telinga saya mendengar jawaban yang seperti itu. Tapi sebagai anak kecil, saya pun hanya bungkam. Terkadang saya sedikit melirik ke arah Budhe, hanya untuk memastikan bahwa Budhe baik-baik saja dengan kata-kata yang menurut saya menyakitkan. Dan Ya... Beliau masih tetap tersenyum..
Terkadang saya tertegun melihat senyum Budhe yang masih saja tulus, meski mungkin terluka hatinya. Dalam hati pun saya berpikir, apa yang sebenarnya dirasakan Budhe. Benarkah Budhe tetap merasa bahagia dalam kesendiriannya? Benarkah beliau tak pernah merindukan dekap hangat seorang pendamping? Benarkah beliau tak pernah rindu bercengkrama dengan anak-anaknya? Masih tetap tegarkah beliau ketika semua itu hampir tak mungkin diraihnya?
Apalagi saat beliau sakit. Bukankah tak ada obat yang lebih mujarab selain kasih sayang dari seorang pendamping hidup? Ah, tak sanggup saya membayangkan perjuangan Budhe selama ini dalam kesendiriannya.
Tapi yang membuat hati keluarga kami sedikit lega adalah bahwa setiap hari, setiap jam nya Budhe tak pernah melepaskan senyumnya barang sedetik. Tampak tegar beliau bagai karang. Tampak selalu bahagia meski terkadang ada celoteh-celoteh penyayat hati yang menghampirinya. Tak pernah terbersit sedikitpun di wajahnya tentang sebuah keputus-asaan dalam menjalaninya hidupnya. Tampak tetap ingin menikmati hidupnya meskipun belum sempurna. Dan karenanya, kami pun tetap berusaha tersenyum bersamanya meski sesungguhnya hati kami terenyuh melihat ketegarannya.
Hingga satu hari, saat saya membersihkan tempat tidur beliau, saya menemukan sobekan kertas yang tak rapi bertuliskan:
"Ya Allah, aku percaya akan Kuasa-Mu, aku percaya akan Takdir-Mu, aku percaya akan Waktu-Mu. Aku akan menunggu meski Kau pertemukan aku dengannya di surgaMu. Dan karenanya, aku tak peduli dengan sakitku. Dan karenanya, aku tak sabar ingin menuju surga-Mu Ya Allah..."
...sebulir air mata pun jatuh dari tempatnya
2 komentar:
suka buanget sama postingan ini ;)
sosok yang luar biasa
tapi jadi yang seperti ini susah banget mat.. :(
Post a Comment